Sabtu, 28 Juli 2012

Berbagai Macam Pahala dari Shalat Tarawih


KEUTAMAAN SHALAT TARAWIH MALAM KE-1 SAMPAI MALAM KE-30


Dari Ali bin Abi Thalib ra bahwa dia berkata: Nabi saw ditanya tentang keutamaan-keutamaan shalat tarawih di bulan Ramadhan. Kemudian beliau bersabda:
1.      Pada malam pertama, orang mukmin keluar dari dosanya seperti saat dia dilahirkan oleh ibunya.
2.      Pada malam kedua, ia diampuni dan juga kedua orang tuanya, jika keduanya mukmin.
3.      Pada malam ketiga, seorang malaikat berseru dibawah ‘Arsy: “Mulailah beramal, semoga Allah mengampuni dosamu yang telah lewat.”
4.      Pada malam keempat, dia memperoleh pahala seperti pahala membaca Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Furqan (Al-Quran).
5.      Pada malam kelima, Allah Ta’ala memberikan pahala seperti pahala orang yang shalat di Masjidil Haram, Masjid Madinah dan Masjidil Aqsha.
6.      Pada malam keenam, Allah Ta’ala memberikan pahala orang yang berthawaf di Baitul Makmur dan dimohonkan ampun oleh setiap batu dan cadas.
7.      Pada malam ketujuh, seolah-olah ia mencapai derajat Nabi Musa a.s. dan kemenangannya atas Fir’aun dan Haman.
8.      Pada malam kedelapan, Allah Ta’ala memberinya apa yang pernah Dia berikan kepada Nabi Ibrahim as.
9.      Pada malam kesembilan, seolah-olah ia beribadah kepada Allah Ta’ala sebagaimana ibadahnya nabi saw.
10.  Pada malam kesepuluh, Allah Ta’ala mengaruniai dia kebaikan dunia dan akhirat.
11.  Pada malam kesebelas, ia keluar dari dunia seperti saat ia dilahirkan dari perut ibunya.
12.  Pada malam keduabelas, ia datang pada hari kiamat sedang wajahnya bagaikan bulan di malam purnama.
13.  Pada malam ketigabelas, ia datang pada hari kiamat dalam keadaan aman dari segala keburukan.
14.  Pada malam keempat belas, para malaikat datang seraya memberi kesaksian untuknya, bahwa ia telah melakukan shalat tarawih, maka Allah tidak menghisabnya pada hari kiamat.
15.  Pada malam kelima belas, ia didoakan oleh para malaikat dan para penanggung (pemikul) Arsy dan Kursi.
16.  Pada malam keenam belas, Allah menerapkan baginya kebebasan untuk selamat dari neraka dan kebebasan masuk ke dalam surga.
17.  Pada malam ketujuh belas, ia diberi pahala seperti pahala para nabi.
18.  Pada malam kedelapan belas, seorang malaikat berseru, “Hai hamba Allah, sesungguhnya Allah ridha kepadamu dan kepada ibu bapakmu.”
19.  Pada malam kesembilan belas, Allah mengangkat derajat-derajatnya dalam surga Firdaus.
20.  Pada malam kedua puluh, Allah memberi pahala para Syuhada (orang-orang yang mati syahid) dan shalihin (orang-orang yang saleh).
21.  Pada malam kedua puluh satu, Allah membangun untuknya sebuah gedung dari cahaya.
22.  Pada malam kedua puluh dua, ia datang pada hari kiamat dalam keadaan aman dari setiap kesedihan dan kesusahan.
23.  Pada malam kedua puluh tiga, Allah membangun untuknya sebuah kota di dalam surga.
24.  Pada malam kedua puluh empat, ia memperoleh duapuluh empat doa yang dikabulkan.
25.  Pada malam kedua puluh lima , Allah Ta’ala menghapuskan darinya azab kubur.
26.  Pada malam kedua puluh enam, Allah mengangkat pahalanya selama empat puluh tahun.
27.  Pada malam kedua puluh tujuh, ia dapat melewati shirath pada hari kiamat, bagaikan kilat yang menyambar.
28.  Pada malam kedua puluh delapan, Allah mengangkat baginya seribu derajat dalam surga.
29.  Pada malam kedua puluh sembilan, Allah memberinya pahala seribu haji yang diterima.
30.  Dan pada malam ketiga puluh, Allah ber firman : “Hai hamba-Ku, makanlah buah-buahan surga, mandilah dari air Salsabil dan minumlah dari telaga Kautsar. Akulah Tuhanmu, dan engkau hamba-Ku.”
(Sumber: Hadist dari Kitab Duratun Nasihin, Bab Keistimewaan Bulan Ramadhan)

Kasih Uang Pengemis Membludak


Anak Jalanan Semakin Bertambah

Jakarta (ANTARA) - Kampanye bertemakan "Stop Beri Uang dan Jadilah Sahabat Anak Jalanan", yang bertujuan agar masyarakat berhenti memberikan uang pada anak jalanan masih terus berlangsung di Jakarta. 
"Jalanan bukan tempat yang layak untuk anak-anak. Ketika kita memberikan uang, maka mereka akan merasa betah di jalan karena bisa mendapatkan uang dengan cara yang instan," kata pengurus Yayasan Komunitas Sahabat Anak, Alles Saragi di Jakarta, Kamis. 
Yayasan Sahabat Anak itu, yang merupakan sebuah komunitas peduli anak telah lama melangsungkan kampanye tersebut dan akan terus dilakukan secara berkelanjutan. 
Menurut Alles, sebagian besar anak jalanan memiliki pola pikir jangka pendek. Mereka cenderung memikirkan kehidupan mereka sehari-hari, bagaimana caranya mereka bisa mendapat uang untuk makan. Penghasilan mereka pun cukup tinggi, dalam sehari mereka bisa mengumpulkan uang hingga Rp200.000. 
"Ini yang membuat mereka senang berada di jalanan, sebulan mereka bisa memiliki penghasilan hingga Rp1,2 juta. Mereka jadi malas beranjak karena mereka sudah mengerti arti uang," katanya. 
Menurut Alles, tempat mereka sebenarnya bukanlah di jalanan untuk bekerja. Mereka tidak tahu sebenarnya mereka memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan dan cita-cita. Jika masyarakat ingin membantu menyejahterakan anak-anak jalanan bukan dengan memberi mereka uang. Tetapi membantu mereka mencapai masa depan lebih baik. 
"Jangan memberikan uang kepada anak jalanan, sebagian orang berfikir itu dapat membantu mereka, padahal itu bisa menimbulkan masalah baru bagi mereka." ucapnya.
Aless juga mengatakan, anak-anak jalanan membutuhkan sosok teladan bagi mereka, bukan uang. Ketika mereka bertemu dengan voluntir Yayasan Komunitas Sahabat Anak, mereka menemukan sosok untuk dijadikan contoh, sehingga mereka bisa memiliki mimpi. 
"Dari mimpi itu, mereka akan menemukan motivasi untuk sekolah. Sebenarnya tugas kita adalah memberikan mereka motivasi untuk mau belajar. Sosok teladan tidak bisa mereka temukan di jalanan," katanya. 
Yayasan Komunitas Sahabat Anak menjangkau pada anak-anak jalanan untuk mau masuk ke sekolah informal dan belajar di sana. Anak jalanan banyak yang tidak sekolah, sebagian dari mereka mengalami putus sekolah. 
"Ketika mereka masuk sekolah informal, banyak dari mereka yang tidak memiliki kemampuan calistung (baca, tulis, hitung, red) meski ada sebagian yang memiliki kemampuan calistung tetapi masih kurang," katanya. 
Ia juga mengatakan, ada mata pelajaran pendidikan karakter untuk anak jalanan di sekolah informal yang dimiliki oleh Yayasan Komunitas Sahabat Anak. 
"Jalanan memiliki dampak buruk bagi mereka, tetapi dengan adanya pendidikan karakter terlihat perubahan dari perilaku mereka," tambah Alles.(rr)
(Sumber: ANTARA)


Kamis, 12 Juli 2012

Tugas Akhir Membaca Komprehensif


            Nama                          :  Zenisa Zeinudin Anas
            NIM                            :  A 310 080 304
            Kelas                           :  D
Dosen Pengampu      :  M. Fakhrur Saifudin, M. Pd.

1.      Judul Resensi       :  Kecantikan Hati Wanita Penghuni Surga
2.      Identitas Novel
Judul                     :  Bidadari-Bidadari Surga
Penulis                   :  Tere Liye
Penerbit                 :  Republika
Tahun Terbit          :  Cetakan X, 2012
Kota Terbit            :  Jakarta
Tebal Buku            :  367 Halaman
Harga Buku           :  Rp.38.000,00.
3.      Pendahuluan
a.      Biografi Pengarang
Tere Liye adalah salah satu novelis terkenal di Indonesia. Ia lahir di Bandung pada tanggal 21 Mei 1979. Nama asli Tere Liye ialah Darwis. Ia lahir dan besar di pedalaman sumatera, berasal dari keluarga petani dan merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara. Berikut ini merupakan riwayat pendidikannya. Sekolah Dasar ditempuh di SD Negeri 2 Kikim Timur Sumsel, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 2 Kikim Timur Sumsel, kemudian ia melanjutkan ke SMU Negeri 9 Bandar Lampung. Setelah lulus SMU kemudian ia melanjutkan ke Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Saat ini Lere Liye telah menghasilkan sekitar 16 buah novel. Karya-karyanya antara lain: Kisah Sang Penandai; Ayahku (Bukan) Pembohong; Eliana: Serial Anak-Anak Mamak; Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin; Pukat: Serial Anak-Anak Mamak; Burlian: Serial Anak-Anak Mamak; Hafalan Shalat Delisa; Moga Bunda Disayang Allah; Bidadari-Bidadari Surga; Rembulan Tenggelam di Wajahmu; Senja Bersama Rosie; Mimpi-Mimpi Si Patah Hati; Cintaku Antara Jakarta & Kualalumpur; The Gogons Series 1; Berjuta Rasanya; serta Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah. Karya-karya Tere Liye yang sudah menjadi best seller ada tiga, seperti Novel “Hafalan Shalat Delisa”, “Moga Bunda Disayang Allah”, dan “Bidadari-Bidadari Surga.”
Setiap penulis pasti memiliki ciri khas masing-masing yang membedakannya dengan penulis lainnya. Ciri khas karya-karya yang ditulis oleh Tere Liye yaitu mengisahkan tentang kesedihan, keharuan, bahkan hingga kematian yang dialami oleh para tokohnya. Selain itu, Tere Liye juga sering menggunakan alur maju mundur dalam cerita novelnya. Walaupun Tere Liye adalah seorang laki-laki, namun ia mampu menyelami perasaan dan isi hati seorang wanita secara mendetail. Hal ini menjelaskan bahwa Tere Liye merupakan salah satu penulis yang profesional dan merupakan hal yang wajar jika tulisannya sering mendapat predikat best seller.
b.      Perbandingan Novel
Novel “Bidadari-Bidadari Surga” karya Tere Liye ini memiliki persamaan dengan Novel “Perempuan Berkalung Sorban” karya Abidah Al Khalieqy. Persamaannya yaitu kedua novel tersebut tokoh utamanya adalah seorang wanita muslimah yang memiliki sifat baik hati, pekerja keras, disiplin, pantang menyerah, ikhlas, dan rela berkorban demi keluarga. Selain itu, novel-novel tersebut juga sama-sama membicarakan mengenai masalah keagamaan. Namun, kedua novel ini juga memiliki perbedaan di tokoh utamanya, yaitu pada Novel “Bidadari-Bidadari Surga” ini tokoh utamanya digambarkan sebagai sosok yang buruk rupa dan berasal dari keluarga yang miskin, sedangkan pada Novel “Perempuan Berkalung Sorban” ini tokoh utamanya digambarkan sebagai sosok yang cantik dan bersal dari keluarga yang berkecukupan. Selain itu, pada Novel “Bidadari-Bidadari Surga” tokoh utamanya diceritakan tidak mendapatkan jodoh sampai ajal menjemputnya, sedangkan pada Novel “Perempuan Berkalung Sorban” tokoh utamanya bisa menikah dengan lelaki yang dicintainya, meskipun di akhir cerita suaminya meninggal dunia.
Novel “Ayahku (Bukan) Pembohong” merupakan salah satu novel karya Tere Liye. Novel ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan Novel “Bidadari-Bidadari Surga.” Persamaannya yaitu kedua novel tersebut mengandung pesan bagi para pembaca tentang cara mendidik anak yang benar, cerdas, berkarakter kuat, dan berakhlaq mulia yaitu dengan menceritakan kisah-kisah hebat agar anak bisa meniru teladan yang benar. Perbedaan kedua novel tersebut adalah pada Novel “Bidadari-Bidadari Surga” bernuansa islami, sedangkan Novel “Ayahku (Bukan) Pembohong” tidak bernuansa islami.
4.      Isi Resensi
a.      Sinopsis
Novel “Bidadari-Bidadari Surga” karya Tere-Liye ini menceritakan tentang sebuah keluarga miskin di Lembah Lahambay. Keluarga ini terdiri dari Mamak Lainuri, Laisa, Dalimunte, Ikanuri, Wibisana, dan Yashinta. Laisa adalah anak perempuan tertua Mamak Lainuri. Secara fisik ia tidak begitu cantik, badannya pendek, gemuk, rambutnya gimbal, hidungnya pesek, kulitnya hitam, dan hal itu berkebalikan dengan adik-adiknya yang berkulit putih dan berpawakan tinggi.
Kak Laisa sebenarnya tidak memiliki hubungan darah dengan Dalimunte, Ikanuri, Wibisana, dan Yashinta, bahkan dengan Mamak Lainuri sendiri. Mamak Lainuri dulu menikah dua kali. Pernikahan pertamanya dengan seorang duda yang mempunyai bayi enam bulan yang merupakan Laisa. Ayah Laisa memiliki sifat yang buruk, suka minum-minuman keras dan sering berbuat kasar pada Mamak. Ketika berumur sembilan bulan Laisa pernah tercebur ke dalam baskom yang berisi air panas. Ayahnya yang pada waktu itu bertugas menjaganya malah tertidur pulas setelah puas minum-minuman keras. Akhirnya nyawa Laisa tertolong sewaktu Mamak Lanuri pulang dari ladang. Walaupun Laisa selamat, namun ia tumbuh tidak normal akibat kejadian itu. Sewaktu Laisa berumur dua tahun, ayahnya justru meninggalkan Laisa dan Mamak Lainuri tanpa kabar apa pun. Setelah itu Mamak menikah lagi dan dari pernikahan kedua ini kemudian lahirlah Dalimunte, Ikanuri, Wibisana, dan Yashinta. Namun, akhirnya bapak meninggal diterkam harimau Gunung Kendeng ketika sedang mencari kumbang di hutan.
Sebelum meninggal, bapak memberi wasiat pada Kak Laisa untuk menjaga adik-adiknya sampai ia pulang mencari kumbang. Namun, takdir berkata lain karena bapaknya telah tewas diterkam harimau. Sejak saat itu, Kak Laisa bertekad untuk melindungi adik-adiknya dan menjaga ibunya yang sudah tua. Kak Laisa rela berkorban membuang impian untuk melanjutkan sekolah di saat usianya masih terbilang sangat muda. Ia selalu bersikap tegas dan disiplin dalam mendidik adik-adiknya, namun sebenarnya Kak Laisa sangat menyayangi mereka. Hal ini ia lakukan agar adik-adiknya bisa sukses dan meraih cita-cita mereka di masa depan. Setiap hari Kak Laisa bekerja keras demi menghidupi keluarga dan agar adik-adiknya bisa tetap melanjutkan sekolah.
Dalimunte merupakan satu-satunya adik yang mengetahui bahwa Kak Laisa bukanlah kakak kandungnya, tetapi ia sangat menyayanginya. Dalimunte termasuk anak yang sangat rajin karena sering membantu Mamak Lainuri dan Kak Laisa di ladang. Ia juga mempunyai sifat yang bertanggung jawab, cerdas, dan kreatif. Pada suatu hari ia berpikir untuk membuat kincir air untuk membuat irigasi ke setiap ladang milik warga. Pada awalnya warga tidak percaya, namun Kak Laisa berusaha meyakinkan mereka untuk mencobanya terlebih dahulu. Akhirnya warga pun setuju dan berniat membuatnya secara bergotong royong dan setelah dicoba ternyata kincir air itu berhasil sehingga bisa mengaliri ladang warga. Dalimunte telah berhasil membuat sawah kampung mereka tidak lagi tergantung oleh hujan.
Berbeda dengan Dalimunte, Ikanuri dan Wibisana tergolong sangat nakal. Walaupun berbeda sebelas bulan, namun mereka memiliki wajah dan watak yang hampir sama, yaitu nakal, pintar mencari alasan, dan larinya gesit ketika dikejar Kak Laisa. Mereka lebih senang bermain daripada belajar, sehingga sering membolos ketika sekolah. Kak Laisa bahkan pernah mengejar-ngejar mereka dengan rotan dan ranting kayu ketika mengetahui adiknya bolos sekolah. Tidak hanya itu kenakalannya, ketika penduduk kampung sedang bergotong royong membangun kincir air mereka berdua malah asyik mencuri mangga di kebun Pak Burhan. Melihat hal itu, Kak Laisa pun kemudian marah dan memukul tangan adik-adiknya tersebut.
Ikanuri dan Wibisana pun kemudian melawan Kak Laisa dan secara terang-terangan mengungkapkan bahwa ia bukan kakaknya, karena memang secara fisik berbeda dengan adik-adiknya. Mendengar hal itu, Kak Laisa pun tertunduk malu sambil menahan tangis. Setelah Ikanuri dan Wibisana menghina kakaknya, mereka tidak langsung pulang ke rumah. Ikanuri dan Wibisana berlari memasuki hutan Gunung Kendeng karena mereka pikir itu jalan pintas menuju ke kecamatan, padahal di hutan itu terdapat harimau-harimau buas. Kentongan kampung pun dibunyikan sehingga seluruh warga berhamburan keluar rumah. Para pemuda membawa tombak, golok, dan obor mencari Ikanuri dan Wibisana ke hutan, sedangkan para wanita berkumpul menenangkan Mamak di balai kampung. Karena rasa cinta dan takut kehilangan adik-adiknya, Kak Laisa dengan ditemani Dalimunte nekat menerobos hutan Gunung Kendeng tanpa memedulikan keselamatannya sendiri.
Pada tengah perjalanan benar saja Ikanuri dan Wibisana dihadang oleh harimau-harimau buas. Mereka pun ketakutan sampai hampir pingsan, namun akhirnya Kak Laisa datang menyelamatkannya dengan mengacung-acungkan obor untuk menghalau tiga harimau yang siap menerkam adik-adiknya itu. Kemudian Kak Laisa meminta Dalimente membawa kedua adiknya itu pulang. Kak Laisa sebenarnya sudah memasrahkan dirinya untuk diterkam harimau-harimau itu, namun ajaibnya harimau yang paling besar itu malah pergi meninggalkan mangsa yang sudah di depan matanya. Setelah kejadian itu, Ikanuri dan Wibisana pun menjadi sadar dan akhirnya meminta maaf pada Kak Laisa. Kak Laisa kemudian menasehati adik-adiknya bahwa hidup ini harus diisi dengan Kerja Keras, Kerja Keras, dan Kerja Keras. Seseorang harus berusaha sendiri untuk bisa mengubah takdirnya. Dengan kerja keras, dengan sekolah, dan dengan belajar sungguh-sungguh maka akan bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Yashinta adalah adik yang terkecil di keluarga itu. Ia termasuk anak yang penurut dan wajahnya pun juga cantik. Pada suatu ketika Yashinta menderita demam yang sangat tinggi disertai dengan kejang. Kak Laisa yang tidak tega melihat adiknya kesakitan kemudian rela berlari menerjang hujan badai untuk menjemput mahasiswa kedokteran yang sedang KKN di desanya. Akhirnya Yashinta pun sembuh dari sakitnya. Suatu hari, Kak Laisa menceritakan berang-berang kepada Yashinta dan karena penasaran kemudian Yashinta pun langsung memohon-mohon pada kakaknya agar mengajaknya melihat anak berang-berang di sungai. Demi membuat hati adiknya senang, Kak Laisa akhirnya mengajak Yashinta ke sungai untuk melihat berang-berang. Yashinta pun senang sekali bisa melihatnya secara langsung.
Yashinta termasuk anak yang cerdas seperti Dalimente dan ia ingin agar bisa sekolah seperti kakak-kakaknya. Namun, pada waktu itu keuangan keluarga mereka sedang krisis akibat gagal panennya ladang stroberi Kak Laisa. Akhirnya Dalimente rela untuk tidak melanjutkan sekolah agar adik-adiknya bisa tetap sekolah. Dalimente kemudian membantu Mamak Lainuri dan Kak Laisa bekerja di ladang stroberi. Berkat usaha, kerja keras, dan dengan disertai doa akhirnya ladang stroberi mereka tumbuh subur. Setelah itu, ekonomi keluarganya meningkat dengan pesat dan Kak Laisa berniat untuk melanjutkan lagi sekolah Dalimente. Pada awalnya Dalimente menolak, namun Kak Laisa tetap membujukknya sehingga akhirnya ia mau sekolah lagi.
Beberapa tahun kemudian Lembah Lahambay sudah dipenuhi perkebunan stroberi. Para warga mengikuti jejak Kak Laisa untuk menanam stroberi daripada padi dan jagung karena untungnya hanya sedikit. Kak Laisa sekarang sudah berumur 35 tahun dan memiliki ribuan hektar ladang stroberi. Walaupun begitu, Dalimunte, Ikanuri, Wibisana, dan Yashinta masih merasa risau dengan jodoh yang tak kunjung datang untuk kakak tercintanya. Kekurangan fisik Kak Laisa telah membuat laki-laki tak berminat untuk datang melamarnya, bahkan ketika melihatnya pun langsung pada menghindar. Mereka sebenarnya tidak mau mendahului Kak Laisa untuk menikah karena pasti akan menyakiti hatinya. Namun, Kak Laisa sudah merasa ikhlas kalau didahului oleh adik-adiknya karena ia menganggap bahwa jodoh bisa datang kapan dan di mana saja. Ia tidak ingin menjadi penghalang pernikahan adik-adiknya.
Kak Laisa kemudian meyakinkan adik-adiknya untuk menikah lebih dulu. Walaupun Kak Laisa tidak memiliki suami dan anak, namun ia sudah sangat bahagia memiliki adik-adik yang sayang kepadanya. Akhirnya Dalimente menikah dengan Cie Hui di ladang stroberi dan dikaruniai seorang anak perempuan bernama Intan. Sekarang Dalimente sudah menjadi Profesor Fisika terkenal dan juga mendapat beasiswa ke luar negeri. Ikanuri dan Wibisana pun juga melangkahi Kak Laisa untuk menikah. Ikanuri menikahi Wulan dan Wibisana menikahi Jasmine di hari yang sama. Namun, sehari sebelum pernikahan mereka, Kak Laisa batuk darah di kamar mandi. Mamak Lainuri yang melihat kejadian itu lantas kaget. Setelah diperiksakan ke rumah sakit, Kak Laisa ternyata mengidap kanker paru-paru stadium IV. Kak Laisa kemudian meminta Mamak untuk tidak menceritakan penyakitnya pada siapa pun apalagi pada adik-adiknya.
Ikanuri dan Wibisana juga sekarang sudah menjadi orang yang sukses. Mereka sudah memiliki bengkel sparepart hingga bisa menjual barang-barangnya ke Eropa. Ikanuri dan Wibisana juga memiliki istri yang cantik dan baik hati. Namun berbeda dengan kakak-kakaknya, Yashinta masih tetap pada pendiriannya untuk tidak melangkahi Kak Laisa menikah. Sebenarnya ia sudah jatuh cinta pada teman sepenelitiannya yang bernama Goughsky. Pada suatu hari Goughsky datang ke rumah untuk melamarnya, tetapi Yashinta menolak pinangannya. Ia lebih baik menjauhi Goughsky daripada harus melangkahi kakaknya yang sudah sangat berjasa dalam kehidupannya. Sekarang Yashinta sudah menjadi peneliti di lembaga konservasi alam di Bogor. Selain itu, ia menjadi koresponden foto National Geographic dan juga bisa kuliah S2 di Belanda.
Berkebalikan dengan kesuksesan adik-adiknya, setiap hari Kak Laisa terus berjuang melawan kanker yang dideritanya sendirian. Ia terus berobat ke rumah sakit memeriksakan keadaannya tanpa sepengetahuan adik-adiknya. Namun, penyakit kankernya sudah semakin bertambah parah sehingga Kak Laisa sudah tidak mampu lagi untuk berdiri. Melihat itu, Mamak Lainuri kemudian mengirim pesan singkat kepada anak-anaknya agar secepatnya pulang karena keadaan kakaknya sudah bertambah parah dan kemungkinan hidupnya tinggal menunggu hitungan hari saja.
Ketika melihat pesan dari Mamak Lainuri, mereka sangat kaget karena sepengetahuan mereka Kak Laisa masih sehat seperti biasanya. Pada waktu itu Dalimunte sedang mengisi Simposium Fisika Internasional, namun ketika melihat pesan itu ia terpaksa menutup acaranya dan langsung bergegas pulang ke Indonesia tanpa memedulikan perasaan para pesertanya. Tidak berbeda dengan Dalimunte, Ikanuri dan Wibisana pun juga kaget ketika melihat pesan singkat dari Mamaknya. Pada waktu itu, mereka baru saja tiba di bandara Roma, Italia untuk bisnis otomotif. Ketika melihat pesan itu, mereka langsung membatalkan bisnis dan bergegas pulang ke Indonesia. Begitu pula dengan Yashinta yang pada waktu itu sedang meneliti sekelompok burung di Gunung Semeru. Ketika melihat pesan dari Mamaknya, ia ingin segera bertemu dengan kakaknya. Karena terburu-buru turun gunung, ia mengalami patah tulang dan memar di tubuhnya. Akhirnya ia ditemani Goughsky pulang ke rumah dengan menggunakan pesawat milik pemegang saham penelitiannya.
Pada tengah perjalanan, mereka teringat bagaimana pengorbanan dan kerja keras Kak Laisa dulu dalam membanting tulang untuk menghidupi keluarga. Segala tangis dan penyesalan menjadi satu di hati mereka. Setibanya Dalimunte, Ikanuri, dan Wibisana di rumah, mereka kaget karena rumah mereka sudah dipenuhi oleh warga yang sedang membaca surat Yassin. Mereka langsung menangis melihat Kak Laisa sudah terbaring lemah di ranjang dengan infus melekat di tangannya. Mereka tak menyangka, orang yang sedang terbaring lemah di ranjang itu adalah kakak mereka yang dulu dikenalnya sangat kuat, tegas, disiplin, dan rela berkorban demi adik-adiknya tanpa memedulikan dirinya sendiri.
Mereka pun meminta maaf pada Kak Laisa, apalagi Ikanuri dan Wibisana yang sejak kecil selalu nakal, tidak mau menuruti perintah kakaknya, bahkan pernah menghinanya dengan tidak mengakui kakaknya sehingga sampai membuatnya sakit hati. Akhirnya Yashinta sampai di rumah dan langsung memeluk Kak Laisa sambil menangis. Kak Laisa kemudian mempunyai permintaan terakhir pada Yashinta yaitu ingin melihatnya menikah. Mendengar hal itu, Yashinta kemudian menolaknya secara tegas karena ia tidak mungkin menikah pada saat kondisi kakaknya yang masih kritis. Namun, setelah dibujuk dan ditambah lagi tidak ingin melihat kakaknya sedih akhirnya Yashinta pun menyetujui menikah dengan Goughsky di depan Kak Laisa. Setelah ijab kabul berlangsung, Kak Laisa menghembuskan nafas terakhir dengan senyuman di bibirnya karena ia sudah melihat adik-adiknya bahagia dan meraih cita-cita mereka. Seluruh keluarga dan masyarakat Lembah Lahambay merasa kehilangan atas kepergian sosok teladan di desa tersebut.
b.      Kelebihan dan Kekurangan
1)      Kelebihan
a)      Melalui kata-kata yang sederhana, namun Tere Liye mampu menggugah emosi para pembaca sehingga seperti bisa merasakannya secara langsung.
b)      Alur cerita novel .ini disusun dengan sangat rapi. Walaupun alurnya maju mundur, tetapi Tere Liye bisa mengemasnya dengan sangat baik sehingga pembaca tidak merasa terganggu ketika cerita flaskback ke masa kecil tokoh-tokohnya.
c)      Mengajarkan pada para pembaca bahwa segala sesuatu harus dilakukan dengan kerja keras, tidak pernah menyerah dalam keadaan apa pun, dan perlu disertai dengan doa.
d)     Novel ini memiliki pesan bagi para wanita kalau kecantikan hakiki tidak hanya dilihat dari segi fisiknya saja, tetapi juga dari kecantikan hati.
e)      Novel ini juga mengandung pesan bagi kaum hawa yang sampai usia 30-40 tahun belum mendapat jodoh, karena keterbatasan fisik atau apa pun agar tidak berkecil hati dan harus yakin jika hidup selalu diniati dengan beribadah maka di surga nanti akan menjadi bidadari-bidadari yang sangat cantik.
f)       Keterbatasan biaya bukanlah alasan untuk tidak sekolah. Pendidikan itu sangatlah penting agar dapat meraih impian yang diinginkan dan mendapatkan kehidupan yang lebih baik nantinya.
g)      Novel ini juga mengajarkan cara mendidik anak yang benar melalui sosok Mamak Lainuri. Mamak mengajari anaknya sejak kecil dengan beribadah, mengaji, dan setelah sholat shubuh mendongengi anak-anaknya dengan kisah para Nabi sehingga mereka secara langsung akan meniru keteladanannya.
h)      Novel Tere Liye ini juga diselipkan potongan ayat-ayat suci Al-Qur’an untuk menambah kekonkritan tulisannya dan sekaligus menambah kekhasan sosok penulis.
2)      Kekurangan
a)      Masing-masing tokoh dalam novel ini kurang dideskripsikan secara mendetail oleh penulisnya.
b)      Pada novel itu panggilan Laisa ada dua, yaitu Kak Laisa dan Wak Laisa. Mungkin itu sebenarnya wajar-wajar saja, namun bagi pembaca sepertinya tidak konsisten.
c)      Pada cerita tersebut, Tere Liye sering menambahkan pendapatnya sendiri mengenai apa yang sedang terjadi di alur ceritanya. Namun, itu mungkin ciri khas dari penulis dengan menyertakan pendapatnya di tengah-tengah cerita.
c.       Bahasa
Bahasa yang digunakan oleh penulis dalam Novel “Bidadari-Bidadari Surga” tidak berbelit-belit. Bahasanya juga tidak banyak menggunakan bahasa-bahasa daerah sehingga pembaca secara umum bisa memahami ceritanya dengan mudah tanpa adanya gangguan. Melalui bahasanya, Tere Liye mampu mengaduk-aduk emosi para pembacanya sehingga tidak jarang membuat mereka menangis setelah membaca ceritanya.
5.      Penutup Resensi
Secara keseluruhan, Novel “Bidadari-Bidadari Surga” karya Tere Liye ini bisa dinikmati oleh siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa. Novel ini memiliki pesan yang penting dan bermanfaat bagi para pembacanya. Bagi anak-anak, novel ini mengajarkan pentingnya mengenyam pendidikan. Selain itu, mengajari anak untuk tidak nakal, tidak menghina orang yang lebih tua, dan harus menurut apa yang dikatakan oleh orang tua. Bagi orang dewasa, novel ini mengajarkan cara mendidik anak yang tepat dengan cara menceritakan kisah-kisah yang bisa dijadikan teladan oleh anak-anaknya. Selain itu, melalui sosok Laisa novel ini mengajarkan bagaimana rasa kasih sayang, keikhlasan, dan rela berkorban baik jiwa maupun raga meskipun itu semua dilakukan untuk orang yang bukan sedarahnya. Bagi para kaum hawa khususnya, kecantikan fisik itu tidaklah abadi dan semua itu akan termakan habis oleh waktu, namun kecantikan hati tidak akan lenyap sampai kapan pun juga hingga ajal menjemput.