ANGKATAN BALAI PUSTAKA
Angkatan Balai Pustaka adalah karya sastra di Indonesia yang terbit sejak
tahun 1920. Karya sastra ini diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek, dan
drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam, dan hikayat
dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa tersebut. Balai Pustaka didirikan
untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh
sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan
dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam
tiga bahasa, yaitu Bahasa Melayu Tinggi, Bahasa Jawa, dan Bahasa Sunda.
1.
Novel-novel dan Roman-roman pada Angkatan
Balai Pustaka.
c.
Nur Sutan Iskandar: Apa Dayaku karena Aku Seorang Perempuan (1923); Cinta yang Membawa Maut (1926); Salah Pilih (1928); Karena Mentua (1932); Tuba Dibalas dengan Susu (1933); Hulubalang Raja (1934);
dan Katak Hendak Menjadi Lembu (1935).
f.
Tulis Sutan Sati : Tak Disangka (1923); Sengsara Membawa Nikmat (1928); Tak Membalas Guna (1932); dan Memutuskan Pertalian (1932).
g. Mas Marco: Student Hidjo (1919); Mata Gelap (1914).
Pada Angkatan Balai Pustaka, roman Siti Nurbaya dan Salah
Asuhan menjadi karya yang cukup penting. Keduanya menampilkan kritik
tajam terhadap adat-istiadat dan tradisi kolot yang membelenggu. Genre roman
mencapai puncak yang sesungguhnya ketika diterbitkan buku Siti Nurbaya karya Marah Rusli pada tahun 1922. Hal
ini dikarenakan pengarang tidak hanya melukiskan masalah percintaan saja, tetapi
juga mempersoalkan poligami, membangga-banggakan kebangsawanan, adat yang sudah
tidak sesuai dengan zamannya, persamaan hak antara wanita dan pria dalam
menentukan jodohnya, anggapan bahwa asal ada uang segala maksud tentu tercapai.
Persoalan-persoalan itulah yang ada di masyarakat. Selain itu, roman terpenting yang diterbitkan oleh Balai Pustaka
pada tahun 20an ialah Salah Asuhan
karya Abdoel Moeis. Dalam karya itu pengarang lebih realistis di dalam
menyoroti masalah kawin paksa dan juga membicarakan tentang pertentangan antara
kaum muda dengan kaum tua.
2.
Puisi-puisi pada Angkatan
Balai Pustaka.
a. Muhammad Yamin: Tanah Air (1922); Indonesia, Tumpah Darahku (1928).
b. Sanusi Pane:
Pancaran Cinta
(seberkas prosa lirik, 1926); Puspa Mega
(1927); Madah Kelana (1931).
c.
Roestam Effendi: Percikan Permenungan; Bukan Beta Bijak Berperi.
Pada Angkatan Balai Pustaka,
puisi yang berjudul Indonesia,Tumpah Darahku menjadi
karya yang cukup penting. Hal ini dikarenakan dalam puisi tersebut
menggambarkan semangat-semangat nasionalisme penyair yang mengagumi dan
mencintai tanah airnya yaitu Indonesia.
3.
Cerpen-cerpen pada Angkatan
Balai Pustaka.
a.
Hasbullah
Parinduri: Menyinggung Perasaan.
b.
Hamka:
Di Dalam Lembah Kehidupan.
c. Muhammad
Kasim: Teman Duduk.
d. Suman
H.S.: Kawan bergelut.
e.
Saadah Aim: Taman Penghibur.
Pada
Angkatan
Balai Pustaka, cerpen yang berjudul Teman Duduk karya Muhammad Kasim menjadi karya yang cukup
penting. Hal ini
dikarenakan cerpen tersebut merupakan pelopor lahirnya cerita
pendek di Indonesia sehingga ia disebut sebagai Bapak Cerita Pendek Indonesia.
4.
Drama-drama pada Angkatan Balai
Pustaka.
a.
Sanusi
Pane: Kertajaya.
b.
Roestam
Effendi: Bebasari.
c.
Saadah Alim: Pembalasannya.
d.
Adlim Afandi: Gadis Modern.
e. Moh.
Yamin: Ken arok dan Ken Dedes; Menantikan
Surat dari Raja; dan Kalau
Dewi Tara Sudah Berkata.
Pada
Angkatan
Balai Pustaka, drama yang berjudul Bebasari
karya Roestam Effendi menjadi karya yang
cukup penting dan berani. Hal ini dikarenakan drama Bebasari karya
Roestam Effendi merupakan drama satire
tentang tidak enaknya dijajah Belanda. Naskah ini sempat
dilarang oleh pemerintah Belanda, karena karya ini dianggap sindiran terhadap pemerintah Hindia-Belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar