Jumat, 29 Juni 2012

Angkatan 1920


ANGKATAN BALAI PUSTAKA
Angkatan Balai Pustaka adalah karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920. Karya sastra ini diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek, dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam, dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa tersebut. Balai Pustaka didirikan untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa, yaitu Bahasa Melayu Tinggi, Bahasa Jawa, dan Bahasa Sunda.
1.      Novel-novel dan Roman-roman pada Angkatan Balai Pustaka.
a.       Merari Siregar: Azab dan Sengsara (1920); Binasa karena Gadis Priangan (1931).
b.      Marah Roesli: Siti Nurbaya (1922); La Hami (1924).
d.      Djamaluddin AdinegoroDarah Muda (1927) dan Asmara Jaya (1928).
e.       Abdoel Moeis: Salah Asuhan (1928) dan Pertemuan Djodoh (1933).
f.       Tulis Sutan Sati : Tak Disangka (1923); Sengsara Membawa Nikmat (1928); Tak Membalas Guna (1932); dan Memutuskan Pertalian (1932).
g.      Mas Marco: Student Hidjo (1919); Mata Gelap (1914).
Pada Angkatan Balai Pustaka, roman Siti Nurbaya dan Salah Asuhan menjadi karya yang cukup penting. Keduanya menampilkan kritik tajam terhadap adat-istiadat dan tradisi kolot yang membelenggu. Genre roman mencapai puncak yang sesungguhnya ketika diterbitkan buku Siti Nurbaya karya Marah Rusli pada tahun 1922. Hal ini dikarenakan pengarang tidak hanya melukiskan masalah percintaan saja, tetapi juga mempersoalkan poligami, membangga-banggakan kebangsawanan, adat yang sudah tidak sesuai dengan zamannya, persamaan hak antara wanita dan pria dalam menentukan jodohnya, anggapan bahwa asal ada uang segala maksud tentu tercapai. Persoalan-persoalan itulah yang ada di masyarakat. Selain itu, roman terpenting yang diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 20an ialah Salah Asuhan karya Abdoel Moeis. Dalam karya itu pengarang lebih realistis di dalam menyoroti masalah kawin paksa dan juga membicarakan tentang pertentangan antara kaum muda dengan kaum tua.
2.      Puisi-puisi pada Angkatan Balai Pustaka.
a.       Muhammad Yamin: Tanah Air (1922); Indonesia, Tumpah Darahku (1928).
b.      Sanusi Pane: Pancaran Cinta (seberkas prosa lirik, 1926); Puspa Mega (1927); Madah Kelana (1931).
c.       Roestam Effendi: Percikan Permenungan; Bukan Beta Bijak Berperi.
Pada Angkatan Balai Pustaka, puisi yang berjudul Indonesia,Tumpah Darahku menjadi karya yang cukup penting. Hal ini dikarenakan dalam puisi tersebut menggambarkan semangat-semangat nasionalisme penyair yang mengagumi dan mencintai tanah airnya yaitu Indonesia. 
3.      Cerpen-cerpen pada Angkatan Balai Pustaka.
a.       Hasbullah Parinduri: Menyinggung Perasaan.
b.      Hamka: Di Dalam Lembah Kehidupan.
c.       Muhammad Kasim: Teman Duduk.
d.      Suman H.S.: Kawan bergelut.
e.       Saadah Aim: Taman Penghibur.
Pada Angkatan Balai Pustaka, cerpen yang berjudul  Teman Duduk karya Muhammad Kasim menjadi karya yang cukup penting. Hal ini dikarenakan cerpen tersebut merupakan pelopor lahirnya cerita pendek di Indonesia sehingga ia disebut sebagai Bapak Cerita Pendek Indonesia.
4.      Drama-drama pada Angkatan Balai Pustaka.
a.       Sanusi Pane: Kertajaya.
b.      Roestam Effendi: Bebasari.
c.       Saadah Alim: Pembalasannya.
d.      Adlim Afandi: Gadis Modern.
e.       Moh. Yamin: Ken arok dan Ken Dedes; Menantikan Surat dari Raja; dan Kalau Dewi Tara Sudah Berkata. 
Pada Angkatan Balai Pustaka, drama yang berjudul  Bebasari karya Roestam Effendi menjadi karya yang cukup penting dan berani. Hal ini dikarenakan drama Bebasari karya Roestam Effendi merupakan drama satire tentang tidak enaknya dijajah Belanda. Naskah ini sempat dilarang oleh pemerintah Belanda, karena karya ini dianggap sindiran terhadap pemerintah Hindia-Belanda.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar