Jumat, 02 Maret 2012

Analisis Film 3 Idiots


ANALISIS FILM 3 IDIOTS BERDASARKAN PENDEKATAN PARAFRASIS
Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Apresiasi Sastra.
Dosen Pengampu: Zuniar Kamaluddin Mabruri, S.Pd.



Disusun Oleh:
ZENISA ZEINUDIN ANAS
A 310 080 304


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011



PEMBAHASAN
Berdasarkan pendekatan parafrasis, film 3 Idiots ini mengungkapkan makna yang sangat dalam baik di dalam kehidupan keluarga maupun kehidupan masyarakat (pendidikan). Pertama, film ini mengungkapkan mengenai pilihan dalam menjalani hidup. Pada masyarakat tertentu di India ketika seorang anak lahir, ia sudah otomatis diberi beban dari orang tuanya. Misalnya, ketika anak itu lahir laki-laki maka ketika besar akan dipaksa menjadi seorang insinyur dan jika lahir perempuan maka akan dipaksa menjadi seorang dokter. Itu merupakan hal yang menyenangkan jika keinginan dari orang tua sependapat dengan cita-cita dari anaknya, sehingga tidak ada paksaan ketika menjalaninya.
Namun, setiap anak pasti memiliki kemampuan dan impiannya sendiri-sendiri dan apabila dipaksakan untuk masuk ke dalam suatu pendidikan yang memang tidak disukainya, maka hal itu hanya akan dapat menjadi tekanan bagi dirinya sendiri sehingga hasil belajarnya pun tidak akan maksimal. Hal ini disebabkan oleh harapan orang tua terhadap anak yang begitu tinggi karena tanpa terlebih dahulu melihat anaknya apakah memiliki kemampuan untuk melakukan itu atau tidak, sehingga anak yang tidak bisa memenuhi harapan orang tua akan merasa dirinya tidak berguna, takut menghadapi masa depan, bahkan menjadi stress dan pada akhirnya mencoba untuk bunuh diri.
Pandangan orang tua dalam film tersebut menunjukkan bahwa dengan anaknya menjadi insinyur maka hidupnya tidak akan kesulitan, karena gajinya nanti akan tinggi, memiliki rumah dan mobil mewah, selain itu ketika masuk ke ICE maka ada kebanggaan tersendiri bagi orang tua karena perguruan tinggi itu yang terbaik di sana. Memang setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik bagi anaknya, namun kadang mereka tidak memikirkan perasaan anaknya apakah menyukai hal itu atau tidak.
Misalnya, Farhan Qureshi adalah mahasiswa yang sejak kecil bercita-cita menjadi fotografer apalagi mengenai hewan, namun akhirnya ia dipaksa oleh orang tuanya agar menjadi insinyur karena menganggap menjadi fotografer itu tidak ada gunanya. Orang tuanya lebih kukuh menganggap bahwa dengan menjadi insinyur, maka kebutuhan hidupnya tidak akan merasa kekurangan dan kelak akan menjadi orang yang terpandang. Walaupun sudah masuk dalam ICE, namun di dalam hatinya ia masih tetap ingin menjadi seorang fotografer. Hal tersebut mengakibatkan setiap kali ada pengumuman hasil ujian, Farhan selalu mendapat peringkat kedua dari bawah karena ia tidak menyukai menjadi insinyur.
Berbeda dengan temannya, Raju Rastogi adalah seorang mahasiswa miskin namun taat beribadah. Namun, karena beban ekonomi keluarganya yang sudah sangat mengkhawatirkan, ia sangat takut menghadapi masa depan. Bahkan ia memakai banyak sekali cincin di tangan-tangannya untuk setiap doanya. Ia merasa ada tekanan dari keluarganya, karena yang dapat merubah nasib keluarganya hanyalah dirinya yaitu ketika nanti sudah menjadi insinyur. Sebenarnya ia sangat menyukai menjadi insinyur, namun ketakutan-ketakutan untuk menghadapi masa depan inilah yang membuat dirinya tidak berkembang, sehingga mengakibatkan setiap kali ada pengumuman hasil ujian ia selalu mendapat peringkat terbawah.
Sedangkan Rancho adalah seorang mahasiswa cerdas namun yang paling dibenci oleh Professor Viru karena ia selalu melanggar aturan. Walaupun begitu, ia selalu mendapat peringkat pertama setiap kali ada ujian. Berbeda dengan Farhan yang dipaksa oleh orang tuanya untuk menjadi insinyur, Rancho memang sejak kecil ingin menjadi insinyur dan sudah menganggap mesin adalah jiwanya, sehingga ketika masuk ke ICE ia merasa senang dan tidak ada beban sama sekali ketika masuk di sana. Oleh karena itu, ikuti kata hati sendiri dan jika bertentangan dengan harapan dari orang tua maka bisa dibicarakan baik-baik. Setiap orang tua pasti ingin anaknya hidup bahagia dan kelak bisa mengharumkan nama keluarga dengan kesuksesannya. Terserah nantinya ingin jadi fotografer, dokter, pemain bola atau memilih yang lain asalkan itu dapat membuat diri kita menjadi bahagia.
Kedua, film ini juga membahas mengenai persaingan. Dalam film tersebut dapat dilihat bahwa di ICE membebani para mahasiswa dengan target-target tertentu baik nilai maupun kelulusan, sehingga tekanan di sana sangatlah kuat. Suasana kompetitif atau persaingan dalam mendapatkan nilai di ICE terlihat jelas, sehingga membuat para mahasiswa tertekan dan pada akhirnya mereka yang gagal lulus akan memutuskan untuk bunuh diri karena gagal memenuhi harapan dari orang tua yang telah diberikannya.
Pada saat kuliah pertama, Professor Viru memperlihatkan bagaimana burung Cuckoo meletakkan telurnya di sarang burung lain. Saat telur itu menetas, burung Cuckoo akan menyingkirkan telur lain dan akhirnya merebut sarang tersebut. Ia ingin menunjukkan bahwa hewan saja berkompetisi untuk mempertahankan hidupnya yaitu dengan cara membunuh hewan lain. Inilah hukum alam, siapa yang kuat dia lah yang akan menang. Jika dikaitkan dengan ketika nanti para mahasiswa mencari pekerjaan, maka mahasiswa tersebut harus menyingkirkan para pesaingnya agar bisa mendapatkan pekerjaan tersebut.
Prinsip kompetisi ini sudah ditanamkan kuat-kuat di dalam pikiran mahasiswa sehingga akhirnya mereka hidup hanya untuk mengejar nilai, pekerjaan, dan gaji tinggi tanpa pernah memahami makna pendidikan yang sesungguhnya. Padahal prinsip kompetisi ini hanya akan menguntungkan mahasiswa yang benar-benar cerdas dan kompetitif, sedangkan mahasiswa yang kurang kompetitif akan merasa terpinggirkan dan tidak diakui keberadaannya di dunia ini.
Ditambah lagi, aturan di ICE yang lebih mementingkan kompetisi akan membuat mahasiswa tidak pernah berpikir kreatif atau menciptakan hal-hal baru. Ini dikarenakan mereka takut melanggar aturan yang sudah berlaku di sana atau tidak sesuai dengan keinginan dari para dosen. Dengan aturan seperti ini, maka akan membuat mahasiswa terkesan menjadi robot yang selalu dikendalikan. Dengan kompetisi ini pula, para mahasiswa pada akhirnya hanya akan memfokuskan diri untuk meraih  nilai terbaik tanpa mencari ilmu yang sebenarnya. Sistem pendidikan yang membunuh kreativitas dari peserta didik dan hanya mementingkan kompetisi untuk merebut nilai dan kelulusan itu merupakan hal yang keliru. Hal ini akan sulit untuk mengharapkan munculnya inovasi dan ide-ide baru dari mahasiswa, karena mereka akan menjadi mahasiswa penurut seperti robot.
Ketiga, film ini juga membicarakan tentang makna kesuksesan. Rancho pernah berkata bahwa “Jangan belajar untuk menjadi sukses, tapi untuk membesarkan jiwa dan jadilah orang besar, maka kesuksesan akan mengikutimu”. Pendapat tersebut saya rasa memang benar, belajar memang bukan hanya untuk diri sendiri, namun harus digunakan dan bermanfaat bagi orang lain dalam kehidupan masyarakat.
Namun, sebagian besar dalam pikiran mahasiswa adalah kuliah untuk mendapatkan nilai dan ijazah yang pada akhirnya digunakan untuk mencari pekerjaan. Sebaliknya, Rancho menganggap bahwa kuliah hanya sarana untuk belajar dan mencari ilmu bukan digunakan untuk mencari pekerjaan nantinya. Hal itu berbeda dengan zaman sekarang ini yang menganggap bahwa kuliah hanyalah sarana untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, sehingga banyak sekali mahasiswa yang setelah lulus lalu menganggur karena mereka tidak memikirkan untuk membuka lapangan pekerjaan sendiri.
Ini menunjukkan bahwa apabila ahli dalam bidang jurusan kita maka dengan sendirinya pekerjaan itu akan menghampiri kita sendiri. Jadi di mana pun kita kuliah, apapun bidang kita, maka pekerjaan akan mudah didapat asalkan kita ahli dan mencintai bidang tersebut. Belajar harus dilakukan tanpa ada beban, sehingga akan membuahkan hasil yang memuaskan dan pada akhirnya kesuksesan akan mengikuti kita.
Keempat, film ini juga mengandung makna tentang metode pembelajaran yang keliru, namun saat ini banyak diterapkan dalam dunia pendidikan. Misalnya saja dengan menerapkan metode menghafal sama persis seperti yang tertera dalam buku. Kebanyakan pembelajaran sekarang malah lebih menekankan apa yang tertulis dalam buku, jadi ketika jawaban tidak sama persis dengan buku maka akan dianggap salah atau menyimpang walaupun memang maknanya sebenarnya sama.
Dengan cara seperti ini, maka kreativitas dan inovasi peserta didik akan tidak berkembang karena tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya sendiri. Seharusnya peserta didik diberi kesempatan untuk menerapkan ilmu yang ia peroleh ketika membaca buku, sehingga nantinya dapat menciptakan ide-ide baru yang berguna bagi bangsa dan negara. Dalam film tersebut Rancho menunjukkan bahwa ia lebih mengutamakan pemahaman dari pada menghafal dalam proses pembelajaran, karena dengan menghafal persis seperti buku maka manusia tidak ada bedanya seperti robot.
Belajar tidak harus dengan menghafal karena yang terpenting kita itu memahami apa yang dipelajari. Belajar dengan cara menghafal tidak ada bedanya seperti belajarnya binatang sirkus. Binatang sirkus mau melakukan apa yang dikatakan tuannya karena takut dicambuk. Apakah kita sebagai peserta didik mau mengikuti perkataan dosen yang sewaktu pembelajaran kita diharuskan menghafal buku karena takut tidak diberi nilai. Semoga saja tidak, karena kalau seperti itu ide-ide dari peserta didik tidak akan muncul sehingga pendidikan di negeri ini selamanya tidak akan pernah berkembang. Kalau kita hanya sekedar menghafal, maka pada akhirnya kita disebut mahasiswa terlatih bukan mahasiswa terdidik.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar