ANALISIS
FILM 3 IDIOTS BERDASARKAN PENDEKATAN PARAFRASIS
Disusun
Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Apresiasi Sastra.
Dosen
Pengampu: Zuniar Kamaluddin Mabruri, S.Pd.
Disusun Oleh:
ZENISA ZEINUDIN ANAS
A 310 080 304
JURUSAN
PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011
PEMBAHASAN
Berdasarkan pendekatan parafrasis, film 3 Idiots ini mengungkapkan
makna yang sangat dalam baik di dalam kehidupan keluarga maupun kehidupan
masyarakat (pendidikan). Pertama, film ini mengungkapkan mengenai pilihan dalam
menjalani hidup. Pada masyarakat tertentu di India ketika seorang anak lahir,
ia sudah otomatis diberi beban dari orang tuanya. Misalnya, ketika anak itu lahir
laki-laki maka ketika besar akan dipaksa menjadi seorang insinyur dan jika lahir
perempuan maka akan dipaksa menjadi seorang dokter. Itu merupakan hal yang
menyenangkan jika keinginan dari orang tua sependapat dengan cita-cita dari
anaknya, sehingga tidak ada paksaan ketika menjalaninya.
Namun, setiap anak pasti memiliki kemampuan dan
impiannya sendiri-sendiri dan apabila dipaksakan untuk masuk ke dalam suatu
pendidikan yang memang tidak disukainya, maka hal itu hanya akan dapat menjadi tekanan
bagi dirinya sendiri sehingga hasil belajarnya pun tidak akan maksimal. Hal ini
disebabkan oleh harapan orang tua terhadap anak yang begitu tinggi karena tanpa
terlebih dahulu melihat anaknya apakah memiliki kemampuan untuk melakukan itu
atau tidak, sehingga anak yang tidak bisa memenuhi harapan orang tua akan
merasa dirinya tidak berguna, takut menghadapi masa depan, bahkan menjadi stress
dan pada akhirnya mencoba untuk bunuh diri.
Pandangan orang tua dalam film
tersebut menunjukkan bahwa dengan anaknya menjadi insinyur maka hidupnya tidak
akan kesulitan, karena gajinya nanti akan tinggi, memiliki rumah dan mobil
mewah, selain itu ketika masuk ke ICE maka ada kebanggaan tersendiri bagi orang
tua karena perguruan tinggi itu yang terbaik di sana. Memang setiap orang tua
pasti menginginkan yang terbaik bagi anaknya, namun kadang mereka tidak
memikirkan perasaan anaknya apakah menyukai hal itu atau tidak.
Misalnya, Farhan Qureshi adalah mahasiswa yang sejak
kecil bercita-cita menjadi fotografer apalagi mengenai hewan, namun akhirnya ia
dipaksa oleh orang tuanya agar menjadi insinyur karena menganggap menjadi
fotografer itu tidak ada gunanya. Orang tuanya lebih kukuh menganggap bahwa dengan
menjadi insinyur, maka kebutuhan hidupnya tidak akan merasa kekurangan dan
kelak akan menjadi orang yang terpandang. Walaupun sudah masuk dalam ICE, namun
di dalam hatinya ia masih tetap ingin menjadi seorang fotografer. Hal tersebut
mengakibatkan setiap kali ada pengumuman hasil ujian, Farhan selalu mendapat
peringkat kedua dari bawah karena ia tidak menyukai menjadi insinyur.
Berbeda dengan temannya, Raju Rastogi adalah seorang
mahasiswa miskin namun taat beribadah. Namun, karena beban ekonomi keluarganya
yang sudah sangat mengkhawatirkan, ia sangat takut menghadapi masa depan.
Bahkan ia memakai banyak sekali cincin di tangan-tangannya untuk setiap doanya.
Ia merasa ada tekanan dari keluarganya, karena yang dapat merubah nasib
keluarganya hanyalah dirinya yaitu ketika nanti sudah menjadi insinyur.
Sebenarnya ia sangat menyukai menjadi insinyur, namun ketakutan-ketakutan untuk
menghadapi masa depan inilah yang membuat dirinya tidak berkembang, sehingga mengakibatkan
setiap kali ada pengumuman hasil ujian ia selalu mendapat peringkat terbawah.
Sedangkan Rancho adalah seorang
mahasiswa cerdas namun yang paling dibenci oleh Professor Viru karena ia selalu
melanggar aturan. Walaupun begitu, ia selalu mendapat peringkat pertama setiap kali
ada ujian. Berbeda dengan Farhan yang dipaksa oleh orang tuanya untuk menjadi
insinyur, Rancho memang sejak kecil ingin menjadi insinyur dan sudah menganggap
mesin adalah jiwanya, sehingga ketika masuk ke ICE ia merasa senang dan tidak
ada beban sama sekali ketika masuk di sana. Oleh karena itu, ikuti kata hati sendiri dan jika bertentangan
dengan harapan dari orang tua maka bisa dibicarakan baik-baik. Setiap orang tua
pasti ingin anaknya hidup bahagia dan kelak bisa mengharumkan nama keluarga
dengan kesuksesannya. Terserah nantinya ingin jadi fotografer,
dokter, pemain bola atau memilih yang lain asalkan itu dapat membuat diri kita
menjadi bahagia.
Kedua, film ini juga
membahas mengenai persaingan. Dalam film tersebut dapat dilihat bahwa di ICE
membebani para mahasiswa dengan target-target tertentu baik nilai maupun
kelulusan, sehingga tekanan di sana sangatlah kuat. Suasana kompetitif atau
persaingan dalam mendapatkan nilai di ICE terlihat jelas, sehingga membuat para
mahasiswa tertekan dan pada akhirnya mereka yang gagal lulus akan memutuskan
untuk bunuh diri karena gagal memenuhi harapan dari orang tua yang telah
diberikannya.
Pada saat kuliah pertama, Professor Viru memperlihatkan
bagaimana burung Cuckoo meletakkan telurnya di sarang burung lain. Saat telur
itu menetas, burung Cuckoo akan menyingkirkan telur lain dan akhirnya merebut
sarang tersebut. Ia ingin menunjukkan bahwa hewan saja berkompetisi untuk
mempertahankan hidupnya yaitu dengan cara membunuh hewan lain. Inilah hukum
alam, siapa yang kuat dia lah yang akan menang. Jika dikaitkan dengan ketika
nanti para mahasiswa mencari pekerjaan, maka mahasiswa tersebut harus
menyingkirkan para pesaingnya agar bisa mendapatkan pekerjaan tersebut.
Prinsip kompetisi ini sudah ditanamkan kuat-kuat di dalam
pikiran mahasiswa sehingga akhirnya mereka hidup hanya untuk mengejar nilai,
pekerjaan, dan gaji tinggi tanpa pernah memahami makna pendidikan yang
sesungguhnya. Padahal prinsip kompetisi ini hanya akan
menguntungkan mahasiswa yang benar-benar cerdas dan kompetitif, sedangkan
mahasiswa yang kurang kompetitif akan merasa terpinggirkan dan tidak diakui
keberadaannya di dunia ini.
Ditambah lagi, aturan di ICE yang lebih
mementingkan kompetisi akan membuat mahasiswa tidak pernah berpikir kreatif
atau menciptakan hal-hal baru. Ini dikarenakan mereka takut melanggar aturan
yang sudah berlaku di sana atau tidak sesuai dengan keinginan dari para dosen. Dengan
aturan seperti ini, maka akan membuat mahasiswa terkesan menjadi robot yang
selalu dikendalikan. Dengan kompetisi ini pula, para mahasiswa pada akhirnya
hanya akan memfokuskan diri untuk meraih nilai terbaik tanpa mencari ilmu
yang sebenarnya. Sistem pendidikan yang membunuh kreativitas dari peserta didik
dan hanya mementingkan kompetisi untuk merebut nilai dan kelulusan itu
merupakan hal yang keliru. Hal ini akan sulit untuk mengharapkan munculnya
inovasi dan ide-ide baru dari mahasiswa, karena mereka akan menjadi mahasiswa
penurut seperti robot.
Ketiga, film ini juga membicarakan
tentang makna kesuksesan. Rancho pernah berkata bahwa “Jangan belajar untuk
menjadi sukses, tapi untuk membesarkan jiwa dan jadilah orang besar, maka kesuksesan
akan mengikutimu”. Pendapat tersebut saya rasa memang benar, belajar memang
bukan hanya untuk diri sendiri, namun harus digunakan dan bermanfaat bagi orang
lain dalam kehidupan masyarakat.
Namun, sebagian besar dalam pikiran mahasiswa adalah
kuliah untuk mendapatkan nilai dan ijazah yang pada akhirnya digunakan untuk
mencari pekerjaan. Sebaliknya, Rancho menganggap bahwa kuliah hanya sarana untuk
belajar dan mencari ilmu bukan digunakan untuk mencari pekerjaan nantinya. Hal
itu berbeda dengan zaman sekarang ini yang menganggap bahwa kuliah hanyalah
sarana untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, sehingga banyak sekali mahasiswa
yang setelah lulus lalu menganggur karena mereka tidak memikirkan untuk membuka
lapangan pekerjaan sendiri.
Ini menunjukkan bahwa apabila ahli dalam bidang
jurusan kita maka dengan sendirinya
pekerjaan itu akan menghampiri kita sendiri. Jadi di mana pun kita
kuliah, apapun bidang kita, maka pekerjaan akan mudah didapat asalkan kita ahli
dan mencintai bidang tersebut. Belajar harus dilakukan tanpa ada beban, sehingga
akan membuahkan hasil yang memuaskan dan pada akhirnya kesuksesan akan
mengikuti kita.
Keempat, film ini juga mengandung makna tentang metode
pembelajaran yang keliru, namun saat ini banyak diterapkan dalam dunia
pendidikan. Misalnya saja dengan menerapkan metode menghafal sama persis seperti
yang tertera dalam buku. Kebanyakan pembelajaran sekarang malah lebih menekankan
apa yang tertulis dalam buku, jadi ketika jawaban tidak sama persis dengan buku
maka akan dianggap salah atau menyimpang walaupun memang maknanya sebenarnya
sama.
Dengan cara seperti ini, maka kreativitas dan inovasi
peserta didik akan tidak berkembang karena tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan
pendapatnya sendiri. Seharusnya peserta didik diberi kesempatan untuk menerapkan
ilmu yang ia peroleh ketika membaca buku, sehingga nantinya dapat menciptakan
ide-ide baru yang berguna bagi bangsa dan negara. Dalam film tersebut Rancho
menunjukkan bahwa ia lebih mengutamakan pemahaman dari pada menghafal dalam
proses pembelajaran, karena dengan menghafal persis seperti buku maka manusia tidak
ada bedanya seperti robot.
Belajar tidak harus dengan menghafal karena yang terpenting
kita itu memahami apa yang dipelajari. Belajar
dengan cara menghafal tidak ada bedanya seperti belajarnya binatang sirkus.
Binatang sirkus mau melakukan apa yang dikatakan tuannya karena takut dicambuk.
Apakah kita sebagai peserta didik mau mengikuti perkataan dosen yang sewaktu
pembelajaran kita diharuskan menghafal buku karena takut tidak diberi nilai.
Semoga saja tidak, karena kalau seperti itu ide-ide dari peserta didik tidak
akan muncul sehingga pendidikan di negeri ini selamanya tidak akan pernah
berkembang. Kalau kita hanya sekedar menghafal, maka pada akhirnya kita disebut
mahasiswa terlatih bukan mahasiswa terdidik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar