Jumat, 02 Maret 2012

Feature Penyapu Jalanan


PENGORBANAN HIDUP SANG PENYAPU JALANAN



S
iang itu di bawah terik matahari yang terasa membakar kulit akhirnya kutemukan wajah lusuhnya. Hidup adalah pengorbanan. Kata itu sepertinya cocok ditujukan pada sosok anak ini. Mengapa tidak, anak pertama dari lima bersaudara ini bersedia mengorbankan masa-masa sekolahnya untuk membantu membiayai kehidupan ekonomi keluarganya. Dengan tubuh kurusnya, ia setiap hari melakukan tugasnya sebagai penyapu jalanan di Jalan ... Faizal, begitulah panggilan akrabnya.
Faizal lahir di Surakarta, 19 Oktober 1993, yang berarti sekarang ia sudah berumur 18 tahun. Ia tinggal di Desa Mojosongo bersama ibu dan keempat adiknya. Faizal sudah tiga tahun menjalani hidup sebagai penyapu jalanan. Ia terpaksa harus berhenti sekolah, karena ayahnya yang sebagai tulang punggung keluarga telah meninggal akibat kecelakaan beberapa tahun yang lalu. Sedangkan ibunya yang hanya penjual nasi pecel dirasa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari, sehingga mau tidak mau sebagai anak tertua, Faizal harus ikut andil membantu ekonomi keluarganya.
Tugas sebagai penyapu jalanan ini ia lakukan dengan rasa penuh tanggung jawab. Setiap hari Faizal bangun jam 04.00, kemudian setelah shalat shubuh ia langsung berangkat menuju ke tempat kerja dengan menggunakan sepeda tuanya. Pada jam 04.30, saat kebanyakan orang masih terlelap dalam tidurnya, Faizal sudah mulai mengayunkan sapunya untuk membersihkan sampah di jalanan pasar Mojosongo. Ia membersihkan sampah di jalanan sampai jam 11.00. Setelah itu, ia langsung bergegas pulang untuk membantu ibunya yang berjualan nasi pecel di warung dekat rumahnya.
Sebagai penyapu jalanan, ia sudah sangat akrab dengan berbagai kendaraan yang kerap melewatinya setiap hari. Kadang-kadang ia sempat berpikir untuk mempunyai motor, namun akhirnya tersadar bahwa ia tak mungkin sanggup untuk membelinya. Walaupun begitu, Faizal masih tetap bersyukur memiliki sepeda tua peninggalan dari ayahnya yang setiap hari selalu setia mengantarnya kemana pun ia mau. Setiap bulan Faizal mengantongi uang dari hasil menyapu sekitar Rp300.000. Sebagian uangnya diserahkan pada ibunya dan sebagian lagi digunakan untuk bersedekah di masjid dan sisanya lagi ia digunakan untuk menabung ongkos haji. Memang sejak kecil Faizal ingin pergi ke tanah suci, sehingga setiap bulan ia selalu menyisikan gajinya untuk menabung walaupun sebenarnya tak tau kapan ia bisa pergi ke sana karena ongkos haji yang setiap tahun selalu naik. Meskipun begitu, ia tetap tidak menyerah dan akan tetap berusaha untuk menggapai cita-cita mulia ini.
Faizal merupakan anak yang bertanggung jawab dan tidak pernah sekalipun mengeluh walaupun kehidupan ekonomi keluarganya seperti itu. Justru ia malah bersyukur dilahirkan dari keluarga ini, karena setiap hari ia kerap melihat anak-anak jalanan yang hidupnya lebih menderita dari dirinya. Walaupun sebagian orang menganggap profesi sebagai penyapu jalanan itu kotor dan rendahan, namun Faizal tak pernah merasa malu dengan pekerjaannya. Bagi Faizal, jalanan adalah sumber kehidupannya dan sampah adalah teman-temannya. Semoga pahlawan kota ini selalu diberikan kesehatan, sehingga kota ini akan tetap nyaman dan bersih dari sampah. Amin!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar