S
|
iang itu di bawah terik matahari yang terasa
membakar kulit akhirnya kutemukan wajah lusuhnya. Hidup adalah pengorbanan.
Kata itu sepertinya cocok ditujukan pada sosok anak ini. Mengapa tidak, anak
pertama dari lima bersaudara ini bersedia mengorbankan masa-masa sekolahnya
untuk membantu membiayai kehidupan ekonomi keluarganya. Dengan tubuh kurusnya,
ia setiap hari melakukan tugasnya sebagai penyapu jalanan di Jalan ... Faizal,
begitulah panggilan akrabnya.
Faizal lahir di
Surakarta, 19 Oktober 1993, yang berarti sekarang ia sudah berumur 18 tahun. Ia
tinggal di Desa Mojosongo bersama ibu dan keempat adiknya. Faizal sudah tiga
tahun menjalani hidup sebagai penyapu jalanan. Ia terpaksa harus berhenti
sekolah, karena ayahnya yang sebagai tulang punggung keluarga telah meninggal
akibat kecelakaan beberapa tahun yang lalu. Sedangkan ibunya yang hanya penjual
nasi pecel dirasa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari,
sehingga mau tidak mau sebagai anak tertua, Faizal harus ikut andil membantu
ekonomi keluarganya.
Tugas sebagai penyapu
jalanan ini ia lakukan dengan rasa penuh tanggung jawab. Setiap hari Faizal
bangun jam 04.00, kemudian setelah shalat shubuh ia langsung berangkat menuju
ke tempat kerja dengan menggunakan sepeda tuanya. Pada jam 04.30, saat kebanyakan
orang masih terlelap dalam tidurnya, Faizal sudah mulai mengayunkan sapunya
untuk membersihkan sampah di jalanan pasar Mojosongo. Ia membersihkan sampah di
jalanan sampai jam 11.00. Setelah itu, ia langsung bergegas pulang untuk
membantu ibunya yang berjualan nasi pecel di warung dekat rumahnya.
Sebagai penyapu
jalanan, ia sudah sangat akrab dengan berbagai kendaraan yang kerap melewatinya
setiap hari. Kadang-kadang ia sempat berpikir untuk mempunyai motor, namun
akhirnya tersadar bahwa ia tak mungkin sanggup untuk membelinya. Walaupun
begitu, Faizal masih tetap bersyukur memiliki sepeda tua peninggalan dari
ayahnya yang setiap hari selalu setia mengantarnya kemana pun ia mau. Setiap
bulan Faizal mengantongi uang dari hasil menyapu sekitar Rp300.000. Sebagian
uangnya diserahkan pada ibunya dan sebagian lagi digunakan untuk bersedekah di
masjid dan sisanya lagi ia digunakan untuk menabung ongkos haji. Memang sejak
kecil Faizal ingin pergi ke tanah suci, sehingga setiap bulan ia selalu
menyisikan gajinya untuk menabung walaupun sebenarnya tak tau kapan ia bisa
pergi ke sana karena ongkos haji yang setiap tahun selalu naik. Meskipun
begitu, ia tetap tidak menyerah dan akan tetap berusaha untuk menggapai
cita-cita mulia ini.
Faizal merupakan anak
yang bertanggung jawab dan tidak pernah sekalipun mengeluh walaupun kehidupan
ekonomi keluarganya seperti itu. Justru ia malah bersyukur dilahirkan dari
keluarga ini, karena setiap hari ia kerap melihat anak-anak jalanan yang
hidupnya lebih menderita dari dirinya. Walaupun sebagian orang menganggap
profesi sebagai penyapu jalanan itu kotor dan rendahan, namun Faizal tak pernah
merasa malu dengan pekerjaannya. Bagi Faizal, jalanan adalah sumber
kehidupannya dan sampah adalah teman-temannya. Semoga pahlawan kota ini selalu
diberikan kesehatan, sehingga kota ini akan tetap nyaman dan bersih dari
sampah. Amin!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar