Bocah Rindu Sekolah
By : A. R.
Budi adalah anak kecil berkulit hitam, umurnya
11 tahun. Dia hanya tinggal bersama ibunya, pada usia 9 tahun ayahnya meninggal
dunia karena sakit keras. Saat ini Budi bekerja untuk mencari nafkah bersama
ibunya. Namun, udah dua minggu ini ibunya terkena penyakit lumpuh sehingga
tidak bisa beraktivitas seperti hari-hari biasanya. Budi harus bekerja keras untuk
mencari uang untuk menghidupi keluarga. Budi putus sekolah 2 tahun lalu
dikarenakan biaya sekolah yang melambung tinggi.
Setiap pagi, jam lima setelah habis sholat
subuh dia sudah harus berkemas untuk menjual koran. Di saat sepagi itu dia
harus melangkah melawan dinginya pagi, menyusuri jalan untuk menawarkan koran.
Tidak sedikit orang yang berhati dermawan yang memberi uang lebih saat membeli
korannya. Meskipun hidup di bawah cukup, tetapi Budi masih ingat menyisakan
uang untuk ditabung. Sekitar jam 9 Budi pulang ke rumah dengan membawakan nasi
bungkus untuk ibunya. Di rumah yang kecil dan kumuh itu Budi selalu menuangkan
keluh kesahnya setiap hari. Setelah Budi menyuapi ibunya makan, anak itu
kemudian mencuci pakaian yang kotor.
Suatu pagi, Budi bertanya kepada ibunya, “Bu,
kenapa Budi jadi kangen sama bapak?”. Ibunya tersenyum, senyum ramah seorang
ibu“. Mungkin kamu sudah lama tidak ke makam bapak, kalau kamu kesana sendiri
berani kan?”, air mata ibu menetes meski senyumnya masih terpancar. “Bu, jangan
menangis lagi, Budi jadi ikut sedih. Maafkan Budi ya, sudah bikin ibu jadi
sedih,,,” Budi memeluk ibunya erat. Budi kembali berujar “Nanti sore Budi akan
ke makam bapak, Budi akan berdoa untuk bapak”. Ibu mengelus kepala anaknya
lembut” Iya,,, kamu hati-hati di jalan… kamu memang anak kebangggaan ibu dan
bapak”.
Sehabis percakapan itu Budi mengambil air
hangat untuk membasuh badan ibunya sehabis itu Budi membersihkan rumah, tidak
lupa dia pun merapikan kamarnya karena tadi pagi ia belum sempat merapikannya.
Saat membuka lemari si Budi menemukan seragam sekolahnya yang sudah kusam dan
pudar. Saat itu ia meneteskan air mata, si Budi pun mencoba memakainya kembali.
Kemudian ia bergegas menemui ibunya dengan memakai seragam sekolahnya dulu,
maklum si Budi sudah lama meninggalkan sekolah jadi ia kangen sekolah. Dia
duduk di samping ibunya dan bertanya kepada ibunya “Bu, Budi cocok tidak
memakai baju ini lagi?”. “Cocok Nak, bagus sekali” jawab ibunya. Dengan cepat
Budi bilang lagi “kapan Budi bisa sekolah lagi Bu?”. Ibunya menjawab dengan
sedikit tertunduk lesu, “Budi anakku sayang, saat ini ibu tidak ada biaya Nak,
tetapi suatu saat ibu yakin kamu akan bisa sekolah lagi”. “Kenapa ya Bu,
orang-orang yang di senayan tidak memikirkan kita? Apa kita bukan rakyatnya?
Saya lihat KTP Ibu WNI tapi mengapa mereka tidak peduli?”, celoteh si Budi
kepada ibunya. Dengan senyum ibunya menjawab “Nak, kamu tidak usah memikirkan
mereka, kita saja makan susah yang disana itu suka piknik ke luar negeri jadi
tidak tahu suara rakyat yang melarat”. Budi kemudian menyambung perkataan
Ibunya. “iya tu Bu, kemarin saya pas jualan koran ada berita, orang-orang yang
di Senayan ingin membangun gedung baru yang dananya 1 triliun lebih”. Dan Budi
melanjutkan pertanyaannya, “Bu, I1 triliun itu nol nya berapa? “. Ibunya pun
menjawab “Ibu juga tidak tahu Nak, yang jelas bisa dipakai bayar sekolah ribuan
anak-anak tidak mampu seperti kamu”. Dengan penuh semangat dan harapan budi pun
berkata ”pasti Budi suatu saat pasti bisa sekolah lagi Bu, Budi akan membahagiakan
Ibu, dan Budi akan menjadi seperti Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Gusdur Bu”.
Ibunya pun berkata” Benar Nak, bermimpilah setinggi mungkin karena bermimpi itu
gratis”. Setelah itu semua Budi pun pamitan kepada Ibunya dan berkemas untuk ke
makam Bapaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar