Jika ada orang yang mempunyai keikhlasan yang cukup
tinggi serta kesabaran dan tanggung jawab yang sangat besar dia adalah seorang
Ibu. Bagaimana tidak? Dia rela
mengandung anaknya selama kurang lebih sembilan bulan dengan badan kepayahan
dan setelah anak itu lahir tidak lepas pula tanggung jawab yang diberikannya,
bahkan sampai dia tutup usia. Pengorbanan dan kesabaran itu pun tak hilang ketika sang
anak muncul ke dunia, ibu dengan sabar membesarkan, merawat, mendidik,
memberikan kasih sayang, mendoakan, serta merelakan apapun hanya untuk kebahagiaan sang anak.
Dalam
pendidikan keluarga, peranan seorang ibu juga sangat besar terhadap pertumbuhan
dan perkembangan anak-anaknya. Ibu adalah seorang figur
sentral bagi anak-anaknya dan tak mungkin dapat tergantikan oleh siapapun.
Hubungan antara ibu dan anak bisa saling mengidentifikasi secara kuat dengan
menjadikannya inspirasi satu sama lain, dan biasanya hubungan ini lebih sering
diisi dengan ikatan emosional yang lebih dalam. Tanpa adanya seorang ibu dalam
sebuah keluarga, maka akan rapuh kehangatan dan kasih sayang.
Untuk menjaga keharmonisan antara ibu dan anak tentu ada kuncinya
yaitu komunikasi dan keterbukaan, karena dua hal ini
paling penting untuk menjaga hubungan antara ibu dan anak yang baik dan sehat.
Hubungan ini harus dibangun sejak awal sehingga diperlukan kepercayaan dan
komitmen antara ibu dan anak serta sebaliknya.
Setelah bel pulang berbunyi, saya langsung
bergegas menemui ibuku. “Bu, nanti jam 8 malam saya boleh kan keluar sama
teman-temanku”? Namun ibu tidak mengizinkanku karena sudah terlalu malam. Saya
bingung harus berbuat apa, lalu saya menangis sekencang-kencangnya dengan
harapan ibuku akan segera luluh hatinya. “Nak, di luar pada malam hari itu
sangat berbahaya, begitu kata ibuku sambil membelai-belai rambutku.
Mendengar hal itu, justru saya membentak-bentak
ibuku sambil menepis tangannya yang ada di kepalaku. “Ibu tidak mengerti sama
sekali perasaanku, aku malu kalau nanti diejek teman-teman kalau tidak boleh
keluar rumah”, jawabku sambil berdiri. Namun ibu tetap sabar dalam menasehatiku
tentu dengan kata-kata yang lembut dan penuh kasih sayang. Setelah mendengar
penjelasan dari ibuku, saya baru sadar kalau di luar pada malam hari sangat
berbahaya tanpa pengawasan dari orang tua. Akhirnya saya langsung meminta maaf
kepada ibuku sambil memeluknya dan berjanji tidak akan mengulangi hal bodoh itu
lagi.
Narasi
singkat tersebut menunjukkan bahwa betapa besar rasa cinta seorang ibu kepada
anaknya. Dengan sabar, ibu selalu menasehati anaknya
tanpa ada rasa marah sedikit pun di hatinya. Ibu tidak pernah menyimpan dendam atas sikap dari anaknya meskipun kerap
menyayat hatinya. Sebaliknya, ia selalu bersikap ramah dan membuka pintu
maafnya ketika si buah hati mengakui kesalahannya. Ibu melakukannya dengan ikhlas hanya untuk selalu membuat anaknya bahagia.
Bagaimana
sebenarnya sosok ibu dibentuk dalam bahasa Indonesia? Untuk menelusuri jejak
pertanyaan itu tidak salah bila kita menyapa figur seorang ibu yang berulang
kali sering diceritakan dalam sastra-sastra Indonesia. “Dua ibu”, novel
Arswendo Atmowiloto
yang ditulis pada tahun 1981 ini bercerita tentang keluarga
besar dengan kemiskinan yang membelit hidup, dengan kekuatan yang luar biasa
seorang ibu berusaha mempertahankan anak-anaknya untuk bisa tetap
bertahan hidup dan tumbuh dewasa. Ia
rela mengorbankan sepenuh hidupnya untuk merawat, membesarkan, dan
membahagiakan anak-anaknya meskipun tidak kesemuanya lahir dari rahimnya.
Dalam
kehidupan ini ada dua macam ibu. Pertama, ialah sebutan untuk perempuan yang
melahirkan anaknya. Kedua, ialah sebutan untuk perempuan yang merelakan
kebahagiaannya sendiri untuk kebahagiaan anak orang lain. Tentu yang paling
istimewa jika dua macam sifat itu bergabung menjadi satu. Berikut ini adalah
sepenggal suara dari novel tersebut, “Aku bisa bercerita karena aku memiliki”.
“Aku memiliki dan ia kupanggil Ibu”. Begitulah pengakuan Mamid. Demikian juga
pengakuan delapan anak yang lain yang dikeluargakan karena kasih sayang dari seorang
ibu. Novel ini membedah
sisi keibuan yang sangat luar biasa.
Ayu Utami pernah berkata dalam buku Berkah
Kehidupan: 32 kisah inspiratif tentang orang tua (2011). “Karakter ibu bekerja
untuk hubungan antar manusia. Saya membangun sebuah ideal tentang hubungan
antar manusia yang tidak saling menaklukan, tidak saling memanfaatkan,
melainkan saling menerima perbedaan, dan saling setia terutama dalam keadaan
terburuk”.
Gambaran-gambaran ibu (Indonesia)
yang dicatat dalam novel Indonesia itu hanyalah sekelumit dari hakekat ibu yang
sebenarnya. Ibu yang
baik adalah ibu yang
mampu mendidik putra-putrinya untuk menjadi anak yang memiliki budi pekerti yang luhur dan
berakhlak mulia. Ibu tidak
pernah pamrih atas apa yang ia berikan dalam membesarkan anak-anaknya. Ia tidak
pernah menuntut apa-apa, semua pengorbananya natural, hanya untuk bisa selalu
membuat anaknya tersenyum.
Cinta ibu kepada anaknya adalah
sebuah ketulusan. Apapun yang terjadi pada anak-anaknya, seorang ibu akan
selalu setia mendampingi mereka. Itulah hal-hal yang membuat kita menjadi sadar
akan besarnya cinta dan pengorbanan seorang ibu kepada anak-anaknya dan
bersyukurlah jika kita masih diberikan kesempatan untuk bisa membahagiakan ibu kita dengan selalu membuatnya tersenyum sampai detik-detik
terakhir. Bersyukurlah bagi anak-anak yang memahami bahwa surga itu ada di
telapak kaki seorang ibu dengan menjadikannya sebagai ladang amal untuk menuju
kampung akhirat kelak. Ibu, aku mencintaimu. Tabik!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar