Jumat, 02 Maret 2012

Bacalah..


KEKUATAN CINTA SEORANG IBU
Oleh Zenisa Zeinudin Anas
Mahasiswa FKIP PBSID UMS

"Cinta anak sepanjang galah, cinta ibu sepanjang masa". Pepatah tersebut memang tidak mungkin bisa terbantahkan. Tidak terhitung berapa besar kebaikan, pengorbanan, ketulusan dan kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya dan tidak mungkin juga kita seorang anak dapat membalas kebaikan dari seorang ibu. 
Jika ada orang yang mempunyai keikhlasan yang cukup tinggi serta kesabaran dan tanggung jawab yang sangat besar dia adalah seorang Ibu. Bagaimana tidak? Dia rela mengandung anaknya selama kurang lebih sembilan bulan dengan badan kepayahan dan setelah anak itu lahir tidak lepas pula tanggung jawab yang diberikannya, bahkan sampai dia tutup usia. Pengorbanan dan kesabaran itu pun tak hilang ketika sang anak muncul ke dunia, ibu dengan sabar membesarkan, merawat, mendidik, memberikan kasih sayang, mendoakan, serta merelakan apapun hanya untuk  kebahagiaan sang anak.
Dalam pendidikan keluarga, peranan seorang ibu juga sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya. Ibu adalah seorang figur sentral bagi anak-anaknya dan tak mungkin dapat tergantikan oleh siapapun. Hubungan antara ibu dan anak bisa saling mengidentifikasi secara kuat dengan menjadikannya inspirasi satu sama lain, dan biasanya hubungan ini lebih sering diisi dengan ikatan emosional yang lebih dalam. Tanpa adanya seorang ibu dalam sebuah keluarga, maka akan rapuh kehangatan dan kasih sayang.
Untuk menjaga keharmonisan antara ibu dan anak tentu ada kuncinya yaitu komunikasi dan keterbukaan, karena dua hal ini paling penting untuk menjaga hubungan antara ibu dan anak yang baik dan sehat. Hubungan ini harus dibangun sejak awal sehingga diperlukan kepercayaan dan komitmen antara ibu dan anak serta sebaliknya.
Berikut ini adalah kisahku ketika masih kecil yang paling berkesan tentang sosok ibu. Saya adalah siswa kelas 3 SD yang dikenal cukup baik, disiplin, namun agak sedikit pemalas. Di pagi yang cerah, saya berangkat ke sekolah. Setiba di sana, saya diajak temanku untuk jalan-jalan berkeliling kota nanti malam. “Saya ingin dianggap orang hebat di mata teman-temanku”, tanya hati saya ketika itu. Kemudian saya berjanji dengan temanku bahwa nanti malam pasti akan datang.
Setelah bel pulang berbunyi, saya langsung bergegas menemui ibuku. “Bu, nanti jam 8 malam saya boleh kan keluar sama teman-temanku”? Namun ibu tidak mengizinkanku karena sudah terlalu malam. Saya bingung harus berbuat apa, lalu saya menangis sekencang-kencangnya dengan harapan ibuku akan segera luluh hatinya. “Nak, di luar pada malam hari itu sangat berbahaya, begitu kata ibuku sambil membelai-belai rambutku.
Mendengar hal itu, justru saya membentak-bentak ibuku sambil menepis tangannya yang ada di kepalaku. “Ibu tidak mengerti sama sekali perasaanku, aku malu kalau nanti diejek teman-teman kalau tidak boleh keluar rumah”, jawabku sambil berdiri. Namun ibu tetap sabar dalam menasehatiku tentu dengan kata-kata yang lembut dan penuh kasih sayang. Setelah mendengar penjelasan dari ibuku, saya baru sadar kalau di luar pada malam hari sangat berbahaya tanpa pengawasan dari orang tua. Akhirnya saya langsung meminta maaf kepada ibuku sambil memeluknya dan berjanji tidak akan mengulangi hal bodoh itu lagi.
Narasi singkat tersebut menunjukkan bahwa betapa besar rasa cinta seorang ibu kepada anaknya. Dengan sabar, ibu selalu menasehati anaknya tanpa ada rasa marah sedikit pun di hatinya. Ibu tidak pernah menyimpan dendam atas sikap dari anaknya meskipun kerap menyayat hatinya. Sebaliknya, ia selalu bersikap ramah dan membuka pintu maafnya ketika si buah hati mengakui kesalahannya. Ibu melakukannya dengan ikhlas hanya untuk selalu membuat anaknya bahagia.
Bagaimana sebenarnya sosok ibu dibentuk dalam bahasa Indonesia? Untuk menelusuri jejak pertanyaan itu tidak salah bila kita menyapa figur seorang ibu yang berulang kali sering diceritakan dalam sastra-sastra Indonesia. “Dua ibu”, novel Arswendo Atmowiloto yang ditulis pada tahun 1981 ini bercerita tentang keluarga besar dengan kemiskinan yang membelit hidup, dengan kekuatan yang luar biasa seorang ibu berusaha mempertahankan anak-anaknya untuk bisa tetap bertahan hidup dan tumbuh dewasa. Ia rela mengorbankan sepenuh hidupnya untuk merawat, membesarkan, dan membahagiakan anak-anaknya meskipun tidak kesemuanya lahir dari rahimnya.
Dalam kehidupan ini ada dua macam ibu. Pertama, ialah sebutan untuk perempuan yang melahirkan anaknya. Kedua, ialah sebutan untuk perempuan yang merelakan kebahagiaannya sendiri untuk kebahagiaan anak orang lain. Tentu yang paling istimewa jika dua macam sifat itu bergabung menjadi satu. Berikut ini adalah sepenggal suara dari novel tersebut, “Aku bisa bercerita karena aku memiliki”. “Aku memiliki dan ia kupanggil Ibu”. Begitulah pengakuan Mamid. Demikian juga pengakuan delapan anak yang lain yang dikeluargakan karena kasih sayang dari seorang ibu. Novel ini membedah sisi keibuan yang sangat luar biasa.
Ayu Utami pernah berkata dalam buku Berkah Kehidupan: 32 kisah inspiratif tentang orang tua (2011). “Karakter ibu bekerja untuk hubungan antar manusia. Saya membangun sebuah ideal tentang hubungan antar manusia yang tidak saling menaklukan, tidak saling memanfaatkan, melainkan saling menerima perbedaan, dan saling setia terutama dalam keadaan terburuk”.
Gambaran-gambaran ibu (Indonesia) yang dicatat dalam novel Indonesia itu hanyalah sekelumit dari hakekat ibu yang sebenarnya. Ibu yang baik adalah ibu yang mampu mendidik putra-putrinya untuk menjadi anak yang memiliki budi pekerti yang luhur dan berakhlak mulia. Ibu tidak pernah pamrih atas apa yang ia berikan dalam membesarkan anak-anaknya. Ia tidak pernah menuntut apa-apa, semua pengorbananya natural, hanya untuk bisa selalu membuat anaknya tersenyum.
Cinta ibu kepada anaknya adalah sebuah ketulusan. Apapun yang terjadi pada anak-anaknya, seorang ibu akan selalu setia mendampingi mereka. Itulah hal-hal yang membuat kita menjadi sadar akan besarnya cinta dan pengorbanan seorang ibu kepada anak-anaknya dan bersyukurlah jika kita masih diberikan kesempatan untuk bisa membahagiakan ibu kita dengan selalu membuatnya tersenyum sampai detik-detik terakhir. Bersyukurlah bagi anak-anak yang memahami bahwa surga itu ada di telapak kaki seorang ibu dengan menjadikannya sebagai ladang amal untuk menuju kampung akhirat kelak. Ibu, aku mencintaimu. Tabik!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar